Pernahkah Puan-Puan tertarik untuk hadir dalam sebuah seminar, workshop, konferensi dan kegiatan akbar lainnya? Membayangkan dapat bertemu perempuan lain dengan ide-ide cemerlang? Namun, keinginan tersebut urung tercapai karena tantangan internal?
Sebagai perempuan kita butuh untuk bergerak aktif, bertemu dan berkolaborasi dengan perempuan lainnya.
Untuk membuat hal tersebut tercapai, tentunya dibutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit seperti tenaga, waktu, bahkan finansial. Hal-hal tersebut kadang menjadi hambatan dan membuat perempuan enggan atau terlalu banyak berpikir dan fokus pada kelemahan dan tantangan yang ada. Padahal, seharusnya kita bisa belajar dari sejarah perempuan Indonesia di masa lampau.
Jika pada tahun 1928 telah diadakan Konferensi Perempuan Indonesia di Yogyakarta, dimana pada masa tersebut sulit transportasi, sulit ekonomi, dan sulit komunikasi tetapi mereka masih dapat mengadakan konferensi dan berbicara tentang perempuan Indonesia dan negara Indonesia. Maka di saat ini dengan segala kemudahan yang ada, selayaknya perempuan Indonesia tidak lagi banyak berkeluh kesah tentang dirinya dan kondisinya dimana banyak dikatakan bahwa perempuan mendapatkan diskriminasi pendidikan, termarjinalkan, dan sebagainya.
Namun, marilah kita bertemu, berbincang dan mendiskusikan untuk melakukan perubahan terhadap hal-hal itu, bergerak bersama. Aneka kemudahan yang kita punyai jangan lagi menjadikan diri kita lemah dan tidak lagi memiliki pemikiran besar.
Pada masa sulit dahulu, Indonesia telah melahirkan tokoh perempuan yang hebat dengan pemikiran besar seperti Rasuna Said, Kartini, Malahayati. Jangan sampai kita kufur nikmat dengan segala kemudahan itu dan justru tidak punya ketangguhan serta pemikiran besar untuk hal diluar diri, tentang perempuan secara umum dan untuk negara.
Jangan sampai karena tugas diri terhadap keluarga (anak, suami dan lainnya) menyebabkan kita terhalang untuk tidak bisa aktif bergerak. Ini semua lebih mudah dibandingkan zaman dulu dengan todongan senjata, kesulitan transportasi, dan ekonomi.
Datang ke konferensi/seminar/workshop bukan untuk mendapatkan sesuatu, tetapi dengan konsep diri untuk berjuang, bekerja, berpikir, menyampaikan gagasan dan bersiap melakukan sesuatu. Mindset-nya harus diubah, bukan lagi mendapatkan sesuatu, karena mendapatkan itu bersifat pasif. Datang untuk berpikir, menyumbangkan pemikiran, melakukan sesuatu, menyiapkan aksi bagi perempuan Indonesia dan negara Indonesia. Ada internal motivation, motivasi dari diri untuk aktif, tidak menuntut, tidak mengeluh, dan berkontribusi untuk negeri.
Jika datang tidak tahu harus berbuat apa, sama artinya kita mengecilkan diri sendiri, tidak paham bahwa sebagai perempuan Indonesia kita hebat, lahir di negara yang hebat, dapat berkontribusi untuk negara, sama halnya dengan para perempuan Indonesia terdahulu. Jadi jangan mengkerdilkan diri sendiri.
Jika ada hal yang membuat ragu, boleh saja pemikiran tersebut dijadikan bahan diskusi lebih dahulu untuk memperjelas penting/tidaknya dan harus diperjuangkan. Tidak ada sesuatu yang terlalu kecil untuk dibicarakan.
Makna menguatkan akar. Perempuan itu jika mendapatkan kesempatan dan dibuka jalannya maka dapat lari dengan kencang karena terlahir hebat, kuat, dengan GRIT (passion dan perseverance) yang tinggi. Ketika perempuan mendapatkan media, ekosistem, lingkungan yang bagus dan terbuka jalannya maka akan tumbuh dengan cepat. Syarat tumbuh kuat dan bagus maka akarnya harus kuat.
Ibarat sebuah pohon, saat ia menjulang tinggi maka angin yang menerpa akan kencang. Angin kencang sebenarnya tidak sedang menguji batang tetapi menguji akar. Jadi tidak heran jika banyak gerakan-gerakan perempuan yang easy come easy go karena akarnya tidak kuat. Maka kita perlu belajar menemukan akar, merawat akar dan bersabar untuk tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan gerakan yang kuat agar berdampak bagi masyarakat luas dalam waktu yang lama.
Jika melihat sejarah, maka banyak hal-hal besar yang dibangun oleh perempuan. Perempuan itu fitrahnya kuat, itulah sebabnya Allah titipkan rahim. Maka penting untuk memahami akar bahwa perempuan itu dan pahami sisi apa saja yang kuat dalam diri.
Jangan mengkerdilkan diri sendiri dengan pemikiran yang remeh temeh atau memberatkan. Kita harus paham bahwa hal ini memang penting dan saya harus menyampaikan sesuatu yang penting. Hidup sekali, hidup berarti, sudah itu mati. Jangan sampai hidup tidak berarti dan keburu mati. Kita harus merasa layak sebagai pejuang, jangan jadi pecundang atau merasa menjadi korban. Harus mengerti apa yang diperjuangkan dan siap berjuang.
Ketika puan-puan bergerak untuk Indonesia maka hanya orang yang siap saja yang akan sampai untuk bisa berkontribusi kepada dunia. Akan mudah bagi kita melihat arah gerakan kita jika bisa menjadi warga global. Buka wawasan kita bahwa ruang lingkup perempuan itu tidak hanya di rumah. Boleh saja kita tinggal di rumah tetapi pemikiran kita harus seluas dunia.
Referensi:
Comentarios